Bendera One Piece dan Indonesia (ilustrasi)
Afiliasi.net - Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, jagat media sosial dan ruang publik dihebohkan dengan fenomena unik: warga memasang bendera bajak laut Topi Jerami dari anime One Piece di rumah, mobil, hingga truk-truk pengangkut barang. Tren ini menjadi viral di berbagai platform, memicu perdebatan tentang makna dan etika pengibaran simbol fiksi menjelang hari nasional.
Meski sekilas tampak sebagai bentuk kecintaan terhadap budaya pop Jepang, banyak pengamat menilai aksi ini bukan semata ekspresi penggemar, melainkan simbol perlawanan sosial.
“Ini ekspresi kekecewaan publik. Sama seperti kru Topi Jerami melawan penindasan di cerita One Piece, masyarakat merasa sedang menghadapi ‘Pemerintah Dunia’ yang tidak adil,” kata Riko Noviantoro, peneliti kebijakan publik.
Bendera hitam berlambang tengkorak itu kerap dikibarkan berdampingan atau bahkan sejajar dengan bendera Merah Putih. Aksi ini menuai pro dan kontra, terutama di tengah meningkatnya kritik terhadap kondisi sosial dan ekonomi nasional, termasuk isu ketidakadilan, pungutan negara, dan tekanan politik.
Kritik Sosial dalam Bahasa Pop Culture
Pengibaran bendera bajak laut dianggap sebagai bentuk perlawanan kreatif dan simbolik terhadap kekuasaan. Sejumlah unggahan netizen menyinggung ketidakpuasan terhadap pemungutan pajak, naiknya harga kebutuhan pokok, hingga pembungkaman suara publik.
“Pemerintah seperti Pemerintah Dunia di One Piece. Terus menarik upeti, tapi tidak peduli dengan keadilan,” tulis salah satu pengguna TikTok yang unggahannya viral dengan ribuan komentar dukungan.
Beberapa truk logistik bahkan menempelkan bendera Jolly Roger di bagian depan kendaraan mereka sebagai pernyataan diam atas kondisi bangsa.
DPR dan Pemerintah Angkat Bicara
Menanggapi fenomena ini, sejumlah anggota DPR RI meminta publik untuk tidak terlalu reaktif. Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PDIP, Deddy Yevri Sitorus, menyebut pengibaran bendera One Piece sebagai bentuk kebebasan berekspresi, selama tidak merendahkan lambang negara.
“Daripada mereka demo di jalan, lebih baik mengekspresikan kritik lewat budaya pop. Ini lebih aman, lebih damai,” katanya kepada wartawan.
Namun, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad justru memperingatkan potensi dampak dari tren ini.
“Bisa saja ini bagian dari gerakan sistematis untuk melemahkan semangat kebangsaan. Kita harus hati-hati,” ujarnya dalam pernyataan resmi.
Aspek Hukum dan Etika Nasional
Meski belum ada pelarangan khusus terhadap bendera fiksi, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 menegaskan bahwa bendera Merah Putih harus diperlakukan secara terhormat, dan tidak boleh disandingkan sejajar atau dikibarkan lebih rendah dari simbol lain.
Pakar hukum menilai perlu ada edukasi agar ekspresi tidak mengarah pada pelanggaran terhadap simbol-simbol negara.
Simbol Diam yang Nyaring
Fenomena ini menjadi refleksi penting di tengah peringatan kemerdekaan. Bendera Topi Jerami mungkin berasal dari dunia fiksi, namun dalam konteks saat ini ia menjelma menjadi simbol nyata suara rakyat yang kecewa.
Dalam dunia One Piece, Luffy dan krunya melawan sistem yang menindas demi kebebasan dan keadilan. Kini, pesan serupa digaungkan warga Indonesia sebagai kritik terhadap pemerintah mereka sendiri. (*)
TOPIK BERITA TERKAIT:
#ramai-warganet-kibarkan-bendera-one-piece #aksi-diam-warganet-melawan-pemerintahan #jelang-hut-ri-ke-80