Kolase tren S Line di Media Sosial dan Poster Korea Drama S Line (net)
Afiliasi.net - Media sosial tengah diramaikan oleh tren “S-Line”, sebuah fenomena yang berasal dari drama Korea dan webtoon berjudul sama. Dalam tren ini, pengguna—terutama di TikTok—membagikan “pengakuan aib” pribadi dengan menampilkan garis merah di atas kepala mereka. Fenomena ini menuai kontroversi karena dinilai membuka ruang bagi normalisasi perilaku menyimpang dan memudarnya batasan privasi.
Tren ini terinspirasi dari drama Korea “S-Line”, yang mengisahkan hubungan antar manusia yang dihubungkan oleh garis tak kasat mata berdasarkan pengalaman seksual. Dalam versi media sosial, pengguna secara sukarela menambahkan stiker garis merah—simbolisasi dari banyaknya hubungan yang pernah dijalani—dan membagikan kisah masa lalu yang sering kali mengandung unsur vulgar atau sensitif.
Visual yang mencolok dan unsur pengakuan personal membuat tren ini cepat menyebar, terutama di kalangan Generasi Z yang sangat akrab dengan konsep tren viral dan FOMO (fear of missing out).
Seiring viralnya tren ini, sejumlah warganet dan tokoh masyarakat mengkritik konten tersebut sebagai bentuk kebanggaan terhadap aib pribadi. Tagar #SLine bahkan ramai digunakan untuk menyindir pengguna yang mengikuti tren tanpa memahami makna dan dampaknya secara utuh.
“Bukan lagi malu, tapi justru bangga saat mengaku pernah tidur dengan siapa saja. Ini mengkhawatirkan,” tulis salah satu pengguna di platform X.
Pengamat budaya digital menilai tren ini sebagai bentuk pergeseran nilai yang memprihatinkan, di mana privasi berubah menjadi konten konsumsi publik, dan batasan moral dianggap kuno. Hal ini juga menimbulkan kekhawatiran terhadap dampak jangka panjang terhadap pembentukan karakter remaja.
Isyarat “Red Flag” dalam Hubungan
Menariknya, sebagian warganet menganggap tren ini bisa menjadi indikator dalam mengenal karakter seseorang. Beberapa konten kreator menyebut bahwa mereka yang mengikuti tren ini secara terbuka justru menunjukkan sinyal “red flag” atau tanda bahaya dalam hubungan sosial maupun percintaan.
Tantangan Literasi Digital
Fenomena ini kembali menyoroti pentingnya literasi digital dan kesadaran dalam bermedia sosial. Konten yang terinspirasi dari fiksi, seperti drama Korea, bisa dengan mudah dipelintir dan dimaknai secara keliru oleh publik, apalagi jika tidak disertai pemahaman kontekstual.
Pakar komunikasi digital mengingatkan bahwa tidak semua konten hiburan layak ditiru secara mentah-mentah. “Kita hidup di dunia nyata, bukan di dalam drama. Apa yang terlihat menarik di layar belum tentu pantas dibagikan sebagai bagian dari identitas kita di ruang publik,” ujar salah satu pakar dari Universitas Indonesia.
Tren “S-Line” adalah contoh nyata bagaimana budaya populer, seperti drama Korea, dapat memengaruhi perilaku digital masyarakat. Namun ketika nilai-nilai fiksi itu diterjemahkan secara ekstrem dan tanpa kontrol, maka yang terjadi bukan sekadar hiburan, melainkan pembentukan budaya baru yang mengaburkan batas antara privasi dan konsumsi publik.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat—khususnya generasi muda—untuk lebih kritis dalam menyerap konten dan menjaga etika dalam bermedia sosial.
TOPIK BERITA TERKAIT:
#tren-s-line #viral-di-medsos #fenomena-umbar-aib #korea-drama-s-line