Afiliasi.net - Laila Moussa (50), seorang ibu empat anak dari Desa Qaraoun, Lebanon timur, mengalami ketakutan saat serangan Israel menghancurkan rumahnya. Sebuah ledakan besar menghancurkan kaca-kaca jendela rumahnya, membuat keluarganya terjebak dalam kepanikan. "Anak-anak saya berteriak, dan saya merasa pusing," kata Moussa, yang terpaksa mencari perlindungan di dapur hingga fajar.
Dilansir dari Antara.News, Konflik antara Hizbullah dan Israel yang meningkat dalam beberapa hari terakhir memaksa ribuan warga Lebanon mengungsi. Sejak Senin (23/9), lebih dari 650 orang tewas, 2.000 terluka, dan ribuan rumah serta fasilitas hancur di seluruh Lebanon akibat eskalasi militer Israel.
PBB melaporkan pada Kamis (26/9) bahwa lebih dari 90.000 orang telah mengungsi, dengan 70.000 orang berlindung di 400 sekolah dan fasilitas lainnya, menjadikannya gelombang pengungsian terbesar sejak konflik Israel-Hizbullah pada Oktober 2023.
Aisha Hamdan, ibu dari tiga anak dari Desa Maroun al-Ras, melarikan diri bersama keluarganya setelah tempat tinggalnya menjadi medan perang. Mereka menghabiskan malam di mobil sebelum diarahkan ke sebuah sekolah di Choueifat yang menampung 500 keluarga pengungsi.
Adel Farran, pengungsi dari Desa Kfar Kila, menyebut 80 persen rumah di desanya hancur. Perjalanan yang biasanya hanya 45 menit ke Rashaya menjadi 10 jam akibat kondisi jalan. "Kami kehilangan nyaris segalanya," katanya.
Palang Merah Lebanon terus berupaya membantu para pengungsi dengan menyediakan kebutuhan dasar, seperti kasur, air, makanan, serta perawatan medis bagi pasien dengan kondisi serius.(*)
TOPIK BERITA TERKAIT:
#serangan-israel #lebanon #beirut