Samarinda, Afiliasi.net - Penanganan banjir di Kota Tepian, sebutan Kota Samarinda, memang tak semudah membalikan telapak tangan. Salah satunya adalah upaya normalisasi di sejumlah anak Sungai Mahakam yang pelaksanaannya kerap berbenturan dengan masalah sosial.
Hal tersebut diungkapkan Kabid Sumber Daya Air (SDA) Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perumahan Rakyat (PUPR-Pera) Kaltim, Runandar, usai bertemu Wali Kota Samarinda Andi Harun, pada Rabu, 19 Oktober 2022 di Balai Kota Samarinda.
Pertemuan tersebut membahas progres penanggulangan banjir di Samarinda pada 2022 ini serta rencana kegiatan untuk 2023 mendatang.
Runandar menyebut, normalisasi Sungai Karang Mumus (SKM) misalnya, tak terasa sejak dimulai 2019 silam pengerjaannya kini telah mencapai 70 persen.
"Tahun ini sisanya hampir 6 kilometer lagi untuk dinormalisasi (dari panjang total SKM sekitar 17 kilometer). Kami menunggu penyelesaian masalah sosial," ujar Runandar kepada awak media.
Runandar memaparkan, normalisasi SKM dilakukan mulai dari hilir ke hulu, dan terkini sudah mencapai segmen Bengkuring. Namun, ada sejumlah wilayah di hilir yang belum dinormalisasi lantaran masih terkendala masalah sosial. Seperti misalnya di seberang segmen Ruhuirahayu - Gang Nibung.
"Itu akan berlanjut lagi tahun ini. Kemudian, kami target juga yang di Tarmidi harusnya November ini. Tapi masih menunggu masalah sosial, memang tak semudah membalikan telapak tangan," ujarnya.
"(Normalisasi SKM) secara umum ada penyempitan-penyempitan, terutama di Tarmidi, ada bottleneck di situ, mungkin kalau kita lihat sungai besar mengecil di situ. Jadi menghambat aliran ke muara Sungai Mahakam," paparnya.
Memang, banjir di Samarinda dikatakan Runandar tak bisa tuntas sepenuhnya. Hanya saja, banjir bisa ditangani untuk lebih cepat surut. Sebab itu, ia juga mengharapkan kesadaran masyarakat untuk tak membuang sampah sembarangan, lantaran banyak temuan pihaknya drainase perkotaan yang tersumbat.
"Yang biasanya genangan banjir terjadi selama dua hari, setelah ditangani surut dalam 3 jam. Kalau di perkotaan banjir, itu karena drainase tersumbat, misalnya ada ban mobil," sebutnya.
Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Andi Harun menjelaskan bahwa Pemkot Samarinda berfokus pada pembebasan lahan dan dampak masalah sosial.
Ia menyebut, Pemkot Samarinda bertanggung jawab terhadap ganti rugi lahan bagi masyarakat yang memiliki alas hak berupa sertifikat pemilik atas bangunan, termasuk dampak sosial berupa pemukiman warga yang berdiri di atas tanah negara maupun sempadan sungai.
"Kalau ada alas hak kita hitung per meter, kalau bangunan berdiri di atas tanah negara atau semapdan sungai kami akan beri dana kerohiman (santunan)," ujar Andi Harun.
Terdekat, lanjut mantan Wakil Ketua DPRD kaltim itu, penyelesaian masalah sosial menyasar segmen Tarmidi di Jalan Kehewanan. Pemkot tengah melakukan pendataan pemilik bangunan.
"Karena sebagian di sana bukan pemilik asli. Ada juga (bangunan) yang sudah dibebaskan tapi dipindah tangankan. Ini kita cek satu-satu. Kita menerapkan asas hati-hati dalam mengelola keuangan," jelas Andi Harun.
Terpenting, Andi Harun tambahkan, penanggulangan banjir di Samarinda terus diseriusi Pemkot Samarinda. Jika sejumlah masalah sosial tak selesai pada 2022 ini, maka akan dilanjutkan pada 2023 hingga 2024 mendatang.
"Jadi kita minta juga kesukarelaan warga dalam terlibat penangan banjir," pungkas Andi Harun. (*)
TOPIK BERITA TERKAIT:
#normalisasi #sungai-karang-mumus #andi-harun #pemkot-samarinda